SUARABANTAS, Jakarta - Langkah strategis tengah digodok pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam upaya memperkuat sistem pendidikan nasional. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa revisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sedang dalam tahap intensif pembahasan bersama DPR. RUU ini direncanakan akan menjadi payung hukum tunggal dengan menggabungkan empat undang-undang terkait pendidikan yang selama ini berlaku secara terpisah.
Pernyataan ini disampaikan Mendikdasmen Mu'ti kepada wartawan Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadikbud) dalam acara Halalbihalal di Perpustakaan Kemendikdasmen pada Jumat (11/4/2025). Lebih lanjut, Mu'ti menjelaskan bahwa empat undang-undang yang akan diintegrasikan meliputi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Menurut Mu'ti, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, telah ditugaskan untuk mengawasi jalannya penyusunan RUU ini. Wamendikdasmen dilaporkan telah mencapai tahapan penyusunan naskah akademik yang akan menjadi landasan bagi pengintegrasian keempat UU tersebut menjadi satu UU yang komprehensif.
Salah satu isu krusial yang turut menjadi perhatian dalam pembahasan revisi UU Sisdiknas ini adalah wacana resentralisasi guru. Mu'ti mengakui adanya kendala dalam rekrutmen, pembinaan, dan distribusi guru di berbagai daerah. Meskipun kewenangan pengangkatan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berada di tangan pemerintah daerah (pemda) sesuai dengan amanat Undang-undang Otonomi Daerah, pembinaannya masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Ketidakselarasan ini dinilai menghambat upaya pemerataan kualitas pendidikan, terutama dalam hal distribusi guru lintas provinsi yang saat ini belum dimungkinkan oleh regulasi otonomi daerah. Mu'ti mengungkapkan bahwa idealnya, kewenangan distribusi guru ditangani oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
"Rasio guru dan murid di Indonesia ini sudah cukup sebenarnya. Tapi ada yang kelebihan dan kekurangan. Ada guru di daerah 3T (Tertinggal-Terdepan-Terluar) itu kewenangan Pemerintah Pusat. Ada wacana rekrutmen, pembinaan dan penempatan di Pemerintah Pusat," jelas Mu'ti.
Untuk mengatasi permasalahan ini, wacana amandemen Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2014 juga mulai mengemuka, khususnya terkait dengan kewenangan pengelolaan pendidikan. Mu'ti menjelaskan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan apakah kewenangan di sektor pendidikan akan tetap diotonomikan atau ditarik kembali ke pusat.
"Melihat persoalan yang muncul, pembangunan sekolah dan tata kelola, ada wacana UU Otda diamandemen, dikonsinyering UU otonomi itu. Kami bagian objek, tapi dilibatkan untuk mendukung secara aktif," imbuhnya.
Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikdasmen, Suharti, menambahkan bahwa isu resentralisasi guru telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Lebih lanjut, Suharti menyampaikan bahwa rencana revisi UU Otda juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025, sehingga kemungkinan besar akan berjalan bersamaan dengan pembahasan RUU Sisdiknas.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih terintegrasi, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan penguatan payung hukum dan penataan kembali kewenangan pengelolaan guru, pemerintah pusat menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nasional. (SB)