SUARABANTAS.COM, Denpasar – Perayaan Idul Adha tahun ini di Bali kembali menjadi bukti nyata harmonisnya persaudaraan antarumat beragama. Momen berbagi daging kurban oleh umat Islam kepada masyarakat non-Muslim, khususnya melalui tradisi Ngejot, memperkuat jalinan kebersamaan dan toleransi di Pulau Dewata.
Pada Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada Jumat (6/6), umat Muslim di berbagai daerah seperti Denpasar, Badung, dan Tabanan tidak hanya merayakan dengan ibadah kurban, tetapi juga dengan berbagi kebahagiaan melalui daging hewan kurban. Yang istimewa, pembagian ini tidak hanya ditujukan kepada sesama Muslim, melainkan juga kepada warga non-Muslim. Praktik ini merupakan implementasi dari tradisi lokal Bali, Ngejot, yang bermakna saling memberi dan berbagi makanan atau hantaran saat hari raya keagamaan.
Salah satu contoh nyata indahnya berbagi ini terlihat dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang turut serta dalam tradisi Ngejot. Mereka membagikan daging kurban kepada masyarakat Hindu, termasuk salah satunya adalah I Gusti Ayu Anjani (58). Dengan senyum semringah dan mengenakan pakaian adat Bali, Anjani menerima langsung bungkusan besek berisi daging kurban di kediamannya.
Meskipun sebagai penganut Hindu ia tidak mengonsumsi daging sapi, Anjani tidak lantas menolak pemberian tersebut. Dengan semangat persaudaraan, ia justru membagikan daging kurban yang diterimanya kepada para penghuni kos di rumahnya yang mayoritas beragama Muslim. "Karena saya enggak makan sapi. Jadi, saya sering kasih ke anak-anak kos di sini. Anak kos di sini semuanya Muslim," tutur Anjani, menunjukkan nilai luhur berbagi yang melampaui perbedaan keyakinan.
Suasana kebersamaan ini terekam jelas di Jalan Padang Griya II, Desa Padangsambian, Denpasar. Di sinilah I Gusti Ayu Anjani bergegas menyambut kedatangan perwakilan LDII untuk menerima daging kurban. Momen sederhana ini menjadi cerminan praktik toleransi yang sudah mengakar kuat di tengah masyarakat Bali.
Peristiwa berbagi dan silaturahmi ini berlangsung pada Jumat, 6 Juni 2025, bertepatan dengan momen perayaan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah. Sebuah hari yang sakral bagi umat Muslim, namun di Bali, ia juga menjadi hari untuk merayakan kebersamaan lintas iman.
Pembagian daging kurban kepada non-Muslim ini bukan sekadar tindakan amal, melainkan sebuah upaya kolektif untuk merawat dan memperkuat persaudaraan antarumat beragama. Ini juga merupakan wujud nyata dari penghormatan terhadap tradisi Ngejot, sebuah kearifan lokal Bali yang mengajarkan tentang pentingnya saling memberi dan berbagi dalam setiap perayaan, tanpa memandang latar belakang agama.
Anjani sendiri merasakan betul makna tradisi ini. Ia mengungkapkan bahwa praktik serupa juga ia jalankan saat hari raya Hindu seperti Galungan dan Kuningan. Saat itu, ia biasanya membagikan buah-buahan yang belum dihaturkan kepada warga non-Hindu. "Istilahnya, kami berbeda agama, tetapi tetap saling menghormati. Saya sendiri biasa ngejot buah yang belum dihaturkan," terangnya. Hal ini menunjukkan bahwa Ngejot adalah tradisi universal yang melandasi keharmonisan di Bali.
Proses pembagian daging kurban ini terlaksana berkat gotong royong dan kesadaran akan pentingnya persaudaraan. Dari persiapan hewan kurban, penyembelihan, hingga proses pendistribusian kepada masyarakat luas, termasuk non-Muslim, semuanya dilakukan dengan semangat kebersamaan. LDII sebagai salah satu inisiator dalam pembagian ini, menunjukkan bahwa dakwah juga dapat diwujudkan melalui tindakan nyata yang menebarkan kebaikan dan mempererat hubungan antarwarga.
Momen Idul Adha di Bali ini menjadi pengingat yang indah bahwa perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk saling berbagi, menghormati, dan hidup berdampingan dalam damai. Semangat Ngejot akan terus menjadi landasan bagi kerukunan di Pulau Dewata. (*)