SUARABANTAS.COM, Denpasar – Isu kemacetan lalu lintas di Bali, khususnya di area wisata dan perkotaan, terus menjadi sorotan tajam. Keluhan tidak hanya datang dari wisatawan yang merasa waktu mereka "habis di jalan", tetapi juga dari masyarakat lokal yang merasakan dampak langsung dari kondisi lalu lintas yang kian tak terkendali.
Persoalan kemacetan lalu lintas di Bali menjadi fokus utama pemberitaan ini. Masalah ini semakin memburuk akibat pertumbuhan kendaraan yang tidak seimbang dengan infrastruktur jalan. Kondisi ini telah menimbulkan berbagai permasalahan mobilitas dan bahkan memicu kekecewaan dari tokoh pariwisata internasional. Solusi yang tengah didorong oleh pemerintah adalah pengelolaan angkutan umum yang profesional dan berkelanjutan sebagai layanan publik esensial.
Tokoh utama yang menyampaikan pandangannya adalah Gubernur Bali I Wayan Koster. Beliau membahas isu ini dalam rapat Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) Pangan, Air, Energi, dan Transportasi. Keluhan kemacetan juga datang dari wisatawan dan masyarakat lokal, termasuk Tony Wheeler, pendiri situs panduan perjalanan Lonely Planet, yang menyatakan keengganannya untuk kembali ke Bali karena kemacetan. Data mengenai jumlah kendaraan disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali.
Pembahasan mengenai kemacetan ini berlangsung di Denpasar, dalam rapat Pembentukan BUMD dan Perseroda. Dampak kemacetan sendiri terasa di seluruh Pulau Dewata, khususnya di area wisata dan daerah perkotaan. Berdasarkan data BPS, daerah dengan jumlah kendaraan terbanyak adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Pernyataan Gubernur Koster mengenai kemacetan disampaikan pada Senin, 9 Juni 2025, dalam sebuah rapat di Denpasar. Data jumlah kendaraan dari BPS Provinsi Bali merupakan hingga tahun 2024. Persoalan kemacetan ini telah menjadi sorotan hingga saat ini.
Kemacetan parah di Bali disebabkan oleh tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan infrastruktur jalan. Gubernur Koster menyebutkan bahwa jumlah kendaraan di Bali hingga tahun 2024 telah mencapai 5.278.984 unit, melebihi jumlah penduduk yang hanya sekitar 4,3 juta jiwa, didominasi oleh sepeda motor. Kondisi ini tidak hanya menghabiskan waktu masyarakat di jalan tetapi juga menurunkan daya tarik pariwisata, seperti yang diungkapkan oleh Tony Wheeler. Pemerintah menganggap bahwa penyediaan transportasi publik yang baik adalah kewajiban untuk mengatasi tantangan mobilitas ini.
Pemerintah Bali berencana untuk mengatasi kemacetan dengan mengelola angkutan umum secara profesional dan berkelanjutan. Gubernur Koster menekankan perlunya pengembangan sistem kelembagaan yang cocok untuk pengelolaan transportasi darat, laut, dan udara, dengan fokus utama pada transportasi darat. Trans Metro Dewata disebutkan sebagai salah satu layanan transportasi publik yang saat ini cukup diandalkan. (*)