SUARABANTAS.COM, Mangupura – Penegakan regulasi lingkungan di Bali, khususnya terkait pengelolaan sampah plastik, mendapatkan sorotan setelah Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, secara terbuka memberikan ultimatum kepada produsen air minum dalam kemasan (AMDK) Danone. Ultimatum ini mendesak Danone untuk segera mematuhi Surat Edaran (SE) Pemerintah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2025 mengenai Gerakan Bali Bersih Sampah.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmennya untuk "pasang badan" dalam menghadapi Danone jika perusahaan tersebut tidak mengikuti arahan Gubernur Bali, Wayan Koster. Peringatan keras ini dipicu oleh informasi langsung dari Gubernur Koster bahwa Danone merupakan satu-satunya dari 18 produsen AMDK di Bali yang belum menyetujui implementasi regulasi Pemprov Bali tersebut. SE Nomor 9 Tahun 2025 secara spesifik mengatur penghentian produksi dan peredaran minuman kemasan plastik sekali pakai di bawah satu liter.
Selain itu, 17 produsen AMDK lainnya di Bali telah menyatakan dukungan dan kesediaan untuk mematuhi aturan tersebut, menunjukkan konsistensi dalam penerapan regulasi. Apel Bersama dan Aksi Bersih Sampah yang dihadiri oleh lebih dari 10.000 orang juga menunjukkan dukungan masyarakat terhadap penegakan regulasi ini.
Dari sudut pandang regulasi, SE Nomor 9 Tahun 2025 adalah instrumen hukum yang krusial dalam upaya pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan sampah plastik yang masif di Bali. Regulasi ini bertujuan untuk mengurangi secara signifikan volume sampah plastik sekali pakai, khususnya kemasan minuman di bawah satu liter, yang sering menjadi sumber pencemaran lingkungan. Keberhasilan implementasi regulasi ini sangat bergantung pada kepatuhan seluruh pelaku usaha.
Ultimatum Menteri LH menunjukkan keseriusan pemerintah pusat dalam mendukung upaya pemerintah daerah untuk menegakkan aturan demi keberlanjutan lingkungan. Ini juga menjadi sinyal kuat bagi seluruh dunia usaha untuk bertanggung jawab terhadap jejak lingkungan produk mereka.
Gubernur Koster menjelaskan bahwa produsen AMDK lainnya telah setuju untuk menghentikan produksi kemasan plastik sekali pakai di bawah satu liter, dengan tenggat waktu menghabiskan produk yang sudah ada hingga Desember 2025. Diharapkan, mulai Januari 2026, tidak akan ada lagi minuman kemasan plastik di bawah satu liter yang beredar di Bali.
Menteri Hanif memperingatkan bahwa dunia usaha tidak memiliki alasan lagi untuk memproduksi plastik yang sulit diolah atau didaur ulang, seperti plastik sachet kecil. Ia menegaskan pentingnya desain produk yang dapat didaur ulang dan diisi ulang sebagai bagian dari tanggung jawab produsen. "Kami akan menjaga ketat norma ini," ujar Menteri Hanif, mengindikasikan bahwa Kementerian LH akan mengawasi ketat kepatuhan regulasi ini.
Seruan untuk bertindak bersama, mulai dari langkah-langkah kecil seperti menolak sedotan plastik dan memilah sampah, hingga memilih produk ramah lingkungan, diharapkan dapat menciptakan gelombang perubahan yang lebih besar dalam penegakan regulasi lingkungan di Indonesia.(*)