![]() |
| Men Tungting (alm) wawancara Sabtu, 20 Pebruari 2016 jualan jaja klepon di depan UD. Dharma Sastra Br. Bantas Bale Agung, Desa Bantas. |
SUARABANTAS.COM, Tabanan – Di tengah gempuran kuliner modern, jaja klepon tetap menjadi primadona dan digemari oleh berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orang tua. Salah satu penjual yang setia melestarikan jajanan tradisional ini adalah Men Tungting, seorang perempuan tangguh dari Desa Bantas, Selemadeg Timur.
Jaja klepon adalah kue tradisional yang memiliki tekstur kenyal dan lembut. Dibuat berbentuk bulat-bulat kecil, klepon diberi warna hijau alami dari daun pandan atau daun kayu sugih. Kelezatannya semakin lengkap dengan isian gula merah cair yang meleleh di mulut dan taburan kelapa parut yang gurih di bagian luarnya. Kue ini dijual dengan harga terjangkau, yaitu sekitar Rp3.000 hingga Rp5.000 per bungkus.
Men Tungting, seorang nenek berusia 80-an tahun, telah mendedikasikan hidupnya untuk berjualan klepon selama lebih dari setengah abad. Meski sudah berusia senja, ia tetap setia dan mencintai profesinya. Setiap hari, ia menghabiskan sekitar 4 kg bahan baku untuk membuat klepon. Sosoknya yang sederhana dan rendah hati ini menjadi inspirasi karena semangatnya untuk mandiri dan berjiwa wirausaha.
Men Tungting biasanya menjajakan kleponnya di depan Warung Men Bali, di Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan, Bali. Lokasinya yang sederhana ini menjadi saksi bisu perjalanan panjangnya dalam melestarikan kuliner tradisional.
Men Tungting mulai berjualan pada pagi hari, biasanya dari pukul 07.00 hingga 10.00 WITA. Wawancara dengan beliau dilakukan pada Sabtu, 20 Februari 2016, di lokasi tempatnya berjualan.
Men Tungting menjalani profesinya dengan penuh kebahagiaan, bukan semata-mata karena hasil yang didapat, melainkan karena kecintaannya pada pekerjaan. Semangatnya yang gigih dan jiwa wirausahanya patut dicontoh. Meskipun bukan seorang tokoh atau konglomerat, ia adalah sosok nyata yang mengajarkan pentingnya kemandirian dan kesetiaan pada profesi. (Adi)

