UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Tumpek Wariga Implementasi Turut Melestarikan Alam

SUARA BANTAS. Tumpek Pengatag atau Tumpek Bubuh bukan hanya memberikan banten pengatag kepada pepohonan tetapi dalam implementasinya kita semua turut berkewajiban menjaga kelestarian alam salah satunya melalui gerakan menanam pohon. Tumpek Wariga juga disebut Tumpek Bubuh, Tumpek Uduh, Tumpek Pengatag, dirayakan umat Hindu setiap 210 hari sekali, atau 25 hari sebelum Hari Raya Galungan.

Hal ini sebagai wujud syukur umat Hindu dengan mempersembahkan sesaji buah dan bunga, serta bubur sumsum yang terbuat dari tepung beras, don kayu sugih ditaburi kelapa dan gula merah cair dibungkus dengan daun pisang. Rasa syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa atas kesuburan tanaman sehingga dapat tumbuh baik dan menghasilkan buah serta bunga yang lebat.

Persembahan banten/canang berisi bubur untuk memaknai Tumpek Pengatag sebagai rasa syukur kehadapan Ida Bhatara Sangkara 

Tumpek Wariga merupakan upacara berkaitan dengan lingkungan, terutama melestarikan pohon. Tumpek Pengatag atau Tumpek Bubuh adalah hari turunnya Sanghyang Sangkara yang menjaga keselamatan tumbuh-tumbuhan atau pepohonan. 

Beliau memelihara agar tumbuhnya subur dan terhindar dari hama penyakit, supaya memberikan hasil yang baik dan berlimpah serta bermanfaat untuk kehidupan manusia. 

Ida Bhatara Sangkara selaku manifestasi Ida Sanghyang Widi Wasa sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan, sebagai wujud syukur atas karunia-Nya umat Hindu di Bali menghaturkan banten pengatag dan memohon agar selalu melimpahkan karunia untuk kesejahteraan umat manusia, bukan hanya pada saat menjelang Galungan namun selamanya. 

Dumogi semua mahluk berbahagia, rahajeng rahina suci Tumpek Wariga. (Adi)