UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Ritual Sederhana Pembersihan Pekarangan Tanpa Mengurangi Makna Di SDN 1 Mambang

SUARA BANTAS. Agenda pembersihan pekarangan secara niskala dengan sarana sederhana bertempat di SDN 1 Mambang dan di Br. Samatse Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Proses ritual dipandu oleh Jero I Wayan Lasi praktisi spiritual dan tokoh pelestari budaya asal Desa Selemadeg Rabu, (14/7). Berharap kepada Guru SDN 1 Mambang nanti semua bisa melakukannya dirumah masing-masing, walau dengan sarana sederhana tetapi tidak mengurangi makna. 


Silahkan dikordinasikan dengan Bapak Wayan Budi Susila selaku pemilik Sanggar Seni Jegeg Bagus yang konsisten dalam melestarikan seni budaya secara sosial kepada anak-anak, terutama siswa/wi SDN 1 Mambang perlu kita dukung bersama, melestarikan seni budaya dimulai dari lingkungan pendidikan dasar.

Sejalan dengan implementasi Sanggar Seni Jegeg Bagus, jnana pembersihan pekarangan yang dibagikan secara sosial kepada masyarakat, salah satu tujuannya adalah turut melestarikan budaya leluhur secara ritual menggunakan sarana upakara sederhana tanpa mengurangi makna. Konsep pembersihan pekarangan bukan mecaru, namun bertujuan menetralisir pengaruh energi-energi negatif yang berada diareal pekarangan agar terwujud keharmonisan sekala niskala. 

Tentunya kita sebagai manusia memiliki keterbatasan sebab baik dan buruk semua adalah ciptaan Tuhan. Karena keterbatasan kemampuan tersebut, dalam proses ritual pembersihan pekarangan ini, kita berdoa dan mohon kepada Dewa Brahma manifestasi Tuhan sebagai pencipta, untuk melebur segala kekuatan negatif yang berada dilingkungan pekarangan dan disesuaikan dengan desa, kala, patra.

Photo bersama Guru SDN 1 Mambang, Jero I Wayan Lasi (tengah). Dokumentasi Suara Bantas

Jero Wayan Lasi menambahkan apa yang dilakukan dalam ritual pembersihan pekarangan ini, sudah sesuai dengan landasan Tri Hita Karana. Siapa saja boleh melakukan pembersihan pekarangan ini. Jero I Wayan Lasi iklas untuk berbagi jnana dan tidak mau ada hal semacam ini dijadikan lahan bisnis. Kita sudah punya rejeki masing-masing, "ujarnya. 


Ditegaskan kembali, setinggi apapun pendidikan dan suatu jabatan kita harus tetap belajar, bahkan belajar dari alam. Alam akan mengajarkan kita pada kebenaran sejati untuk dapat menjalani hidup dengan tabah dan iklas serta senantiasa berkarma baik.

Selalu eling dengan leluhur dan turut menjaga tradisi budaya Bali yang berlandaskan Tri Hita Karana. Kita sebagai manusia tentu memiliki keterbatasan, disinilah pentingnya kita selalu eling pada leluhur dan selalu bhakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa agar selalu dituntun rahayu sekala-niskala, "pungkas Jero I Wayan Lasi.


Sarana upakara yang diperlukan :

(1). Untuk di merajan Daksina Pejati (posisi ditengah pada rong telu, kanan kiri diisi canang sari)  dilengkapi bungkak nyuh gading berisi bunga lima warna, ambengan /daun ilalang 11 katih nantinya sebagai Tirta Pebersihan / Penglukatan untuk pekarangan dan kemanusan mohon pada Hyang Siwa Guru dan Leluhur agar diberikan jalan dan restu. Suguhkan segehen putih kuning
(2). Mepiuning juga di Tugu/Penunggun Karang bisa dengan canang sari saja beserta segehannya.
(3). Sanggah cukcuk beserta Daksina Pejati nunas tirta mohon penyaksi ngayat Sanghyang Surya Raditya agar yadnya Pembersihan Pekarangan mendapat sinar dan restu dari beliau dibawahnya segehan putih kuning
(4). Daksina Pejati, segehan barak, sekar barak mohon tirta pengesengan ngayat Dewa Brahma agar beliau berkenan mengeseng segala energi negatif  yang berada diareal pekarangan.
(5). Tirta Segara mohon kepada Sanghyang Baruna agar melebur dan menghanyutkan segala energi negatif setelah digeseng.
(6). Percikan tirta bungkak nyuh gading yang mohon di Merajan tadi untuk penglukatan / pebersihan kemanusan dan pekarangan.
(7). Kemudian muncuk don biu kayu/ don tlujungan diatasnya buat segehen naga, kasi abu awon diatas segehen naga dupa 11 katih, persembahkan kepada Hyang Pertiwi tepuk tanah 3x ayat Hyang Anantaboga agar beliau berkenan menetralkan segala energi negatif yang masuk di area pekarangan, suguhkan juga segehan manca warna limang tanding untuk panca maha bhuta. 


Mohon perlindungan atau nyengker gaib, ngayat Pertiwi dan Hyang Anantaboga.. permohonan nyengker gaib disesuaikan. Umpama (contoh) bila ada yang berbuat tidak baik mohon kembalikan kepada yang bersangkutan. Dan kemudian margiang penyeneng bahwa telah selesai melaksanakan pembersihan pekarangan.

Setelah selesai ritual pembersihan pekarangan, percikan tirta Brahma, tirta Merajan, tirta Baruna searah jarum jam diseluruh pekarangan. Kemudian pemilik pekarangan juga nunas tirta tersebut. (Adi)