SUARABANTAS.COM, Tabanan - Rencana pembangunan perumahan khusus prajurit TNI di Desa Bantas, Tabanan, kembali menjadi sorotan dalam pertemuan sosialisasi yang digelar di Wantilan Desa Adat Bantas pada Minggu, 12 September 2021. Pertemuan ini mempertemukan pihak Kodam IX/Udayana, prajurit TNI, dan jajaran pemerintah serta tokoh adat Desa Bantas dan Mambang.
Jero Bendesa Adat Bantas, I Wayan Wijana, S.Pd., memaparkan bahwa berdasarkan dua kali musyawarah sebelumnya, yaitu pada 1 Agustus dan 21 Agustus 2021, jajaran desa adat sepakat untuk tetap mempertahankan moratorium pembangunan perumahan. Moratorium ini tertuang dalam Berita Acara Rapat Desa Pekraman Bantas Nomor: 16/DP.Bantas/XI/2018, yang secara tegas melarang investasi pembangunan perumahan, baik bersubsidi maupun non-subsidi, di wilayah desa.
Aturan ini, menurut Bendesa Adat, telah menjadi bagian dari awig-awig (peraturan adat) yang wajib ditaati oleh seluruh masyarakat, baik secara sekala maupun niskala. Landasan hukumnya diperkuat oleh Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019, yang memberikan hak kepada desa adat untuk mengelola wilayah dan kehidupan masyarakatnya.
Asisten Intelijen Kodam IX/Udayana, Kolonel Arh I Made Kusuma Dhuana Graha, S.I.P., dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa Pangdam IX/Udayana merencanakan pembangunan 106 unit rumah tipe 36 seluas 72 are untuk prajurit aktif. Lokasi di Desa Mambang dipilih karena harga tanah yang terjangkau. Kolonel Made Kusuma juga menyampaikan permohonan maaf karena informasi terkait moratorium desa tidak tersampaikan secara lengkap ke pihak Kodam.
Ia menekankan bahwa proyek ini adalah bentuk kepedulian Pangdam terhadap prajuritnya yang banyak tidak memiliki tempat tinggal tetap. "Dengan upaya ini berharap dapat membantu prajurit TNI mewujudkan memiliki rumah," ujarnya, seraya berharap Desa Adat Bantas dapat memberikan kebijaksanaan karena proyek ini bersifat nasional dan akan berdampak positif pada perekonomian serta keamanan masyarakat sekitar.
Ketua Sabha Desa, I Wayan Wija, S.H., menegaskan bahwa aturan moratorium ini dibuat melalui proses panjang dan telah disahkan pada tahun 2018. "Aturan tersebut harus ditaati secara sekala-niskala, mari diselesaikan secara damai, dingin dan tenang," pesannya.
Sementara itu, anggota Kertha Desa, I Ketut Loka Antara, S.Pt., M.Si., menyampaikan bahwa moratorium diberlakukan untuk mempertahankan kearifan lokal. Ia menyayangkan mengapa pihak TNI yang harus turun langsung dalam sosialisasi ini, sebab menurutnya TNI adalah sahabat dan pelindung masyarakat, bukan pihak pengembang. "Seharusnya masyarakat tidak dihadapkan dengan TNI," ungkapnya.
Ketua BPD Desa Bantas, I Nyoman Budiartha, menyoroti adanya tekanan waktu dan pikiran dalam menghadapi persoalan ini. Ia melihat adanya dilema antara hukum formal (de jure) dan negosiasi (de facto). "Secara de jure tidak mau kompromi atau mengubah aturan yang ada. Secara de facto ada negosiasi," paparnya, seraya mengingatkan agar data calon penghuni perumahan harus jelas.
Acara sosialisasi berakhir tanpa solusi. Sekretaris Desa Adat Bantas, I Wayan Sudarta, S.T., membacakan notulen rapat yang menyatakan belum ada hasil yang bisa disimpulkan. Diskusi ini bertujuan untuk saling menghargai dan mencari solusi terbaik, dan untuk langkah selanjutnya akan dibahas dengan pengurus Kertha Desa. (Adi)

