![]() |
Sebagai Bentuk Tuntutan Transparansi, Sejumlah Krama Desa Adat Dharmajati di Tukadmungga, Buleleng, Pasang Spanduk Aspirasi Soal Pengelolaan Aset dan Keuangan Desa. |
SUARABANTAS.COM, Buleleng - Sejumlah warga (krama) Desa Adat Dharmajati, yang terletak di Desa Tukadmungga, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali, melakukan aksi pemasangan spanduk dan banner sebagai bentuk tuntutan atas transparansi pengelolaan keuangan dan aset desa adat. Aksi ini dilakukan pada hari Minggu, 11 Mei 2025, sebagai respons terhadap dugaan kurangnya keterbukaan dari para pengurus (prajuru) desa adat.
Spanduk bernada protes tersebut terpasang di lokasi strategis, yakni di Catus Pata Agung Desa Adat Dharmajati, sebuah perempatan agung yang menjadi pusat kegiatan desa. Sementara itu, sejumlah banner dengan pesan serupa juga dipasang di wantilan desa adat, balai pertemuan utama masyarakat setempat.
Salah satu spanduk yang terpasang di Catus Pata Agung secara tegas bertuliskan, "Stop penyewaan tanah adat tanpa persetujuan krama". Aksi pemasangan ini diinisiasi oleh sekelompok warga yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Krama Peduli Desa Adat Dharmajati, menunjukkan adanya keresahan kolektif di kalangan masyarakat terkait isu ini.
Made Wibawa, salah seorang krama yang terlibat dalam aksi tersebut, menjelaskan bahwa pemasangan spanduk dan banner di wantilan desa adat bertujuan untuk mendesak para prajuru agar lebih terbuka dalam mengelola aset dan anggaran desa. "Kami berharap agar segera diadakan paruman agung (rapat besar desa). Di forum tersebut, kami ingin agar seluruh pengelolaan keuangan dan aset desa disampaikan secara transparan kepada seluruh krama adat. Sudah cukup lama paruman agung tidak dilaksanakan," ungkap Wibawa dengan nada penuh harap.
Lebih lanjut, Wibawa mengungkapkan bahwa Desa Adat Dharmajati memiliki sejumlah aset lahan yang signifikan. Aset-aset ini, menurutnya, dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari fasilitas lembaga pendidikan, vila, hingga akomodasi pariwisata. Namun, ironisnya, laporan pertanggungjawaban dana desa adat yang disampaikan belum lama ini justru menunjukkan adanya utang desa yang mencapai sekitar Rp 500 juta.
"Dalam LPJ terakhir, terungkap ada pengeluaran hampir Rp 500 juta yang digunakan untuk membayar utang. Utang itu untuk keperluan apa, tidak ada kejelasan. Padahal, desa adat memiliki aset yang seharusnya bisa menghasilkan pendapatan," ujarnya dengan nada keheranan.
Menyikapi kondisi ini, krama Desa Adat Dharmajati mendesak agar para prajuru desa adat segera mengambil langkah konkret dengan menggelar paruman agung. Forum tersebut diharapkan menjadi wadah bagi para pengurus untuk menyampaikan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai kondisi keuangan desa serta pengelolaan seluruh aset yang dimiliki. Transparansi ini dinilai krusial untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan pengelolaan aset desa dilakukan demi kepentingan seluruh krama adat. (*)