SUARABANTAS.COM, Jembrana – Rangkaian perayaan Sannipata Waisak 2569/2025 di Vihara Empu Astapaka diawali dengan menghidupkan kembali tradisi kuno Pindapata. Ritual yang telah dijalankan para Buddha sejak dahulu kala ini menarik antusiasme umat Buddha di Jembrana, mencerminkan semangat berbagi dan refleksi spiritual menjelang Hari Raya Trisuci Waisak.
Pada Sabtu, 7 Juni 2025, sejak pukul 07.00 Wita, ratusan umat Buddha telah memadati sepanjang Jalan Ngurah Rai hingga Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jembrana di Jalan Hasanuddin. Mereka dengan sabar menanti kehadiran dua Bhikkhu, Bhikkhu Tejapunnyo Mahathera dan Bhikkhu Pabhajayo, yang berjalan perlahan sembari membawa Patta, mangkuk khusus untuk menerima persembahan dana makanan. Prosesi ini berlangsung lancar berkat pengawalan ketat dari panitia dan petugas kepolisian.
Terlihat jelas kegembiraan di wajah umat yang berkesempatan mempersembahkan dana makanan. Tradisi Pindapata, yakni menerima persembahan dana makanan dengan mangkuk, merupakan inti dari praktik kehidupan kebhikkhuan. Dalam prosesinya, Bhikkhu dengan usia penahbisan (masa vassa) lebih lama selalu memimpin di depan, diikuti oleh Bhikkhu yang lebih muda. Aturan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap pengetahuan, latihan, dan perilaku yang lebih baik dalam ajaran Buddha.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jembrana, I Gusti Komang Budi Santika, menjelaskan bahwa tradisi hidup Bhikkhu ini telah dikenal masyarakat India jauh sebelum masa Buddha. "Ini adalah cara hidup luhur," ujarnya saat menyambut kedua Bhikkhu di ruangannya. Ia menambahkan, "Kami dari Kementerian Agama membuka diri untuk hal-hal kebajikan seperti kegiatan ini. Mari jadikan tempat ini sebagai rumah kebajikan bagi kita semua lintas agama, sebagai cerminan kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan." Pernyataan ini menegaskan Pindapata bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga simbol toleransi dan kebersamaan.
Bagi umat Buddha, Pindapata melampaui sekadar ritual penerimaan dana. Tradisi ini adalah refleksi kesediaan untuk berbuat kebajikan, sebuah kewajiban yang dianjurkan Sang Buddha sebagai bentuk pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Sedekah kepada para Bhikkhu menjadi simbol perbuatan baik yang diajarkan dalam ajaran Buddha.
Di sisi lain, bagi para Bhikkhu, Pindapata merupakan sarana untuk melatih diri dalam hidup sederhana dan menjaga perhatian. Ini adalah kesempatan untuk merenungkan tujuan sejati makanan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan jasmani agar tetap sehat dan dapat melanjutkan latihan spiritual. Makanan bukanlah untuk kesenangan semata, melainkan alat untuk menempuh kehidupan suci dan membebaskan diri dari dukkha samsara (penderitaan).
Pindapata Waisak 2569 yang diselenggarakan di Kantor Kemenag Jembrana ini merupakan bagian tak terpisahkan dari serangkaian kegiatan menyambut Trisuci Waisak. Selain Pindapata, acara juga dimeriahkan dengan kegiatan sosial seperti donor darah, pemeriksaan kesehatan gratis, serta pelepasan 200 ekor tukik di Kura Asih Perancak. Ibu Bupati Jembrana, Ny. Ani Setiawarini Kembang Hartawan, dan Ibu Wakil Bupati, Ny. Inda Swari Dewi Patriana, turut hadir dalam acara pelepasan tukik ini, menunjukkan dukungan pemerintah daerah terhadap kegiatan keagamaan dan pelestarian lingkungan.
Menurut Liem Kok Hin, Ketua Panitia, kepada RRI di Jembrana pada Kamis, 12 Juni 2025, Pindapata juga akan kembali dilaksanakan menjelang Sannipata Waisak 2569 di Vihara Empu Astapaka, Gilimanuk, pada Minggu, 8 Juni 2025.
"Rangkaian acara sudah berlangsung dan ini rutin kami gelar setiap tahun. Acara tersebut juga dihadiri oleh Bupati Jembrana, jajaran Forkopimda, serta tokoh agama dan adat," ungkap Liem Kok Hin, didampingi Penyelenggara Buddha, Boyono, S.Ag, dan Ketua WALUBI, Romo Samianto. Kehadiran berbagai elemen masyarakat dan pemerintahan ini mengukuhkan perayaan Waisak sebagai momen penting yang memperkuat persatuan dan semangat kebersamaan di Jembrana. (*)