UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Pemkab Badung Gelar Puncak Karya Mapadudusan Agung, Mohon Keselamatan dan Keseimbangan Alam

SUARABANTAS.COM, Mangupura – Pemerintah Kabupaten Badung melaksanakan puncak Karya Mapadudusan Agung Menawa Ratna Mapaselang Medasar Tawur Balik Sumpah Utama di Pura Lingga Bhuwana, Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, pada Kamis (10/7/2025). Upacara suci ini bertepatan dengan Purnamaning Kasa, Wraspati Pon Uye, dan digelar sebagai wujud penyucian alam serta lingkungan di sekitar pusat pemerintahan.

Puncak Karya Mapadudusan Agung Menawa Ratna Mapaselang Medasar Tawur Balik Sumpah Utama adalah sebuah upacara suci besar yang bertujuan untuk menyucikan alam dan lingkungan sekitar, khususnya di area Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Selain itu, ritual ini juga memohon keselamatan dan kerahayuan bagi seluruh masyarakat serta Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Badung.

Upacara ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Lima Sulinggih memimpin jalannya upacara, dengan partisipasi seluruh rangkaian prosesi yang disertai mapaselang dan mapasaran sebagai bagian dari tahapan pelaksanaan yadnya. Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gde Eka Sudarwitha, memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan karya ini.

Puncak upacara dilaksanakan pada Kamis, 10 Juli 2025. Tanggal ini bertepatan dengan Purnamaning Kasa, Wraspati Pon Uye. Upacara serupa diketahui digelar setiap sepuluh tahun sekali, dengan pelaksanaan terakhir pada tahun 2015.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung I Gde Eka Sudarwitha, upacara ini merupakan bentuk persembahan dan doa bersama kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para Dewa yang berstana di Pura Lingga Bhuwana. "Melalui pelaksanaan karya ini, kami berharap masyarakat senantiasa diberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran dalam melaksanakan tugas serta agar keseimbangan dan keharmonisan antara manusia dengan alam semesta tetap terjaga," ujarnya. Upacara ini juga menjadi wujud rasa syukur dan permohonan agar seluruh rangkaian prosesi berjalan lancar sesuai dengan "dudonan" (susunan acara) yang telah diwariskan oleh para leluhur dan pemimpin yang membangun pura.

Rangkaian upacara puncak ini dilaksanakan dengan dipuput oleh lima Sulinggih. Seluruh prosesi berlangsung sesuai dengan tata cara dan tahapan yadnya, termasuk prosesi mapaselang dan mapasaran. Prosesi ini menegaskan kembali siklus persepuluhan tahunan yang telah diwariskan secara turun-temurun, menjaga tradisi spiritual dalam menyucikan diri dan lingkungan. (*)