UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Program Percontohan Badung: Jaga Mental Guru, Selamatkan Generasi

Revolusi Mental Pendidik di Badung, 100 Guru SD Dibekali Literasi Kesehatan Demi Selamatkan Generasi Alpha. (Foto: Istimewa) 

SUARABANTAS.COM, Badung – Kesehatan mental para pendidik Sekolah Dasar (SD) kini resmi menjadi fokus strategis dalam menghadapi tantangan era digital dan krisis mental remaja di Indonesia. Sebuah program literasi kesehatan mental yang melibatkan 100 guru SD di Kabupaten Badung, Bali, menjadi sorotan nasional dan direncanakan sebagai model percontohan.

Program yang berlangsung pada 24-28 September 2025 di Kabupaten Badung ini merupakan inisiatif kolaboratif antara Dinas Pendidikan Badung, Yayasan Pendidikan Adiluhung Nusantara, dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi). Inisiatif ini didanai melalui Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Badung.

Latar belakang pelaksanaan program ini adalah kondisi "darurat" beban mental yang dialami para guru di lapangan. Kepala Bidang Pendidikan SD Dinas Pendidikan Badung, Rai Twistyanti Raharja, mengungkapkan bahwa inisiatif ini muncul dari derasnya "curhatan" para pendidik yang kewalahan menghadapi beragam masalah, baik personal maupun masalah perilaku siswa yang kian kompleks.

"Teman-teman (guru) sering curhat ke saya, begitu banyak masalah," ujar Rai Twistyanti, menyoroti beban berat yang harus diemban guru, terutama dalam membimbing Generasi Alpha dan siswa yang terpapar masifnya gawai. Pesan krusial yang diangkat adalah: guru yang bahagia adalah kunci bagi siswa yang berkarakter dan berdaya.

Staf Ahli Apkasi Bidang Pendidikan, Hj. Himmatul Hasanah, menegaskan urgensi ini dengan memaparkan data kondisi darurat kesehatan mental remaja. Dengan perkiraan 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah mental, dan empat kasus keinginan bunuh diri per menit secara global, tekanan pada guru untuk menjadi garda terdepan dalam penanganan krisis ini semakin membesar.

"Masalah-masalah ini sangat terkait dengan persoalan mental dan karakter anak-anak," jelas Himmatul, menambahkan bahwa pelatihan ini juga menyasar problem pendidikan kritis lainnya, seperti rendahnya peringkat numerasi Indonesia dan dampak digitalisasi.

Ratna Nurwindasari, M.Psi, seorang psikolog yang menjadi pemateri, memaparkan bahwa rata-rata masalah di lapangan terkait erat dengan problem perilaku siswa yang semakin rumit, mulai dari pemberontakan remaja, masalah regulasi emosi seperti kasus self-harm (menyakiti diri sendiri), hingga kondisi psikologis kompleks seperti selective mutism (siswa yang sama sekali tidak mau berbicara di sekolah).

Tujuan utama pelatihan ini adalah ganda: pertama, memberikan "penyegaran" (refreshment) mental bagi para guru, dan kedua, membekali mereka dengan keterampilan praktis dalam pemahaman Psikologi Perkembangan. Guru didorong untuk menjadi konselor atau fasilitator di sekolah masing-masing.

"Yang penting harus joyfull, senang, harus bahagia, harus punya arti datang ke sekolah," tegas Rai Twistyanti. Dengan fondasi kesehatan mental yang prima, guru diharapkan dapat hadir sebagai sosok yang bermakna, siap menghadapi krisis identitas dan tantangan emosi pada anak.

Program Badung ini telah mendapatkan apresiasi tinggi dari Menteri Pendidikan. Keberhasilannya, yang telah dirasakan oleh lebih dari 250.000 guru di seluruh Indonesia melalui program sejenis, diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain. Ini menyuarakan bahwa investasi pada kesehatan mental guru adalah investasi paling strategis untuk menyelamatkan masa depan generasi. (*)