UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Harmoni Terjalin di Balik Pengembangan KEK Kura Kura Bali: Kemitraan Erat Desa Adat Serangan dan PT BTID Terungkap

SUARABANTAS.COM, Denpasar – Di tengah riuhnya dinamika pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali, terungkap sebuah jalinan kerja sama yang solid dan harmonis antara Desa Adat Serangan dan pengelola kawasan, PT Bali Turtle Island Development (BTID). Kemitraan yang berjalan tanpa banyak publisitas ini justru menunjukkan komitmen dan konsistensi dalam menjaga hubungan yang seimbang dan saling mendukung.

Terjalinnya hubungan yang erat dan saling percaya antara Desa Adat Serangan dan PT BTID dalam proses pengembangan KEK Kura Kura Bali. Kerja sama ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pelibatan masyarakat dalam kegiatan adat, budaya, hingga perencanaan kawasan.

Pihak-pihak utama yang terlibat adalah Desa Adat Serangan, yang diwakili oleh Bendesa Desa Adat Serangan I Nyoman Gede Pariatha dan Mangku Pura Patpayung Jro Ketut Sudiarsa, serta pengelola KEK Kura Kura Bali, PT Bali Turtle Island Development (BTID). Lurah Serangan Ni Wayan Sukanami juga turut memberikan pernyataan terkait harmonisasi hubungan ini. Kerja sama ini berpusat di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali dan Desa Adat Serangan, yang terletak di Kota Denpasar, Bali.

Hubungan baik ini telah terjalin sejak lama, bahkan sebelum pengembangan KEK secara masif. Beberapa contoh konkret kerja sama yang diungkapkan terjadi sejak tahun 1998 dan berlanjut hingga saat ini, termasuk dukungan selama pandemi Covid-19.

Kemitraan ini menunjukkan bahwa pembangunan kawasan dapat berjalan selaras dengan nilai-nilai budaya dan melibatkan masyarakat lokal sebagai fondasi utama. Transparansi dan komunikasi yang terbuka menjadi kunci keberhasilan hubungan ini, membangun kepercayaan dan itikad baik di antara kedua belah pihak. Dukungan dari Desa Adat Serangan juga menjadi faktor penting dalam kelancaran pembangunan KEK Kura Kura Bali.

Kerja sama ini terwujud melalui komunikasi yang intens dan terbuka, partisipasi aktif masyarakat adat dalam berbagai kegiatan dan perencanaan kawasan, serta pemahaman dan respons positif dari pihak pengelola terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. Contoh konkretnya adalah penyerahan lahan seluas 7,3 hektar oleh BTID kepada Desa Adat Serangan (lebih dari kewajiban awal sebesar 6,5 hektar), penyediaan lahan parkir saat upacara keagamaan, dan tidak adanya pemutusan hubungan kerja karyawan asal Serangan selama pandemi.

Bendesa Desa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha, menegaskan bahwa menjaga harmonisasi dengan semua pihak, termasuk investor, adalah amanahnya. Ia juga menyoroti pentingnya komunikasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang mungkin timbul. Senada dengan hal tersebut, Mangku Pura Patpayung, Jro Ketut Sudiarsa, menyampaikan bahwa keterbukaan komunikasi selalu dijaga dan dukungan terhadap rencana pengembangan KEK akan terus diberikan.

Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami, menambahkan bahwa pihak BTID selalu responsif terhadap permohonan warga dan komunikasi terjalin dengan baik. Ia juga menyinggung kontribusi BTID dalam pembangunan infrastruktur yang memudahkan akses ke Pura Sakenan.

Kolaborasi yang harmonis ini menjadi contoh bagaimana pembangunan dan pelestarian budaya dapat berjalan beriringan, menciptakan manfaat bagi semua pihak yang terlibat. (SB