![]() |
Suasana pasar di Sempidi, Badung |
Harga berbagai komoditas esensial dan bahan-bahan upakara mengalami peningkatan tajam menjelang perayaan hari suci Galungan.
Kenaikan harga ini berdampak luas pada masyarakat Bali, khususnya umat Hindu yang akan merayakan Galungan. Keluarga berpenghasilan rendah menjadi kelompok yang paling merasakan kesulitan akibat kenaikan ini.
Fenomena kenaikan harga ini terpantau di berbagai pasar tradisional di Bali, termasuk Pasar Sempidi, tempat keluhan pedagang dan warga mencuat.
Lonjakan harga ini terjadi dalam kurun waktu satu minggu menjelang Hari Raya Galungan, di mana permintaan akan kebutuhan pokok dan perlengkapan upakara meningkat pesat. Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Selasa (15/4) pagi, kenaikan harga sudah sangat terasa di tingkat pedagang dan konsumen.
Peningkatan permintaan yang signifikan menjelang Hari Raya Galungan menjadi faktor utama pemicu kenaikan harga. Tradisi perayaan Galungan yang melibatkan berbagai kebutuhan pokok dan perlengkapan upakara dalam jumlah besar menyebabkan hukum pasar bekerja, di mana peningkatan permintaan tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan yang memadai.
Lonjakan harga ini memaksa sebagian masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, untuk mengambil langkah-langkah penyesuaian. Beberapa keluarga terpaksa mengurangi jumlah belanja kebutuhan maupun mencari alternatif bahan upakara yang lebih murah agar tetap dapat merayakan Galungan sesuai tradisi namun dengan kondisi keuangan yang terbatas.
Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh Si Luh Rai Nurani, seorang pedagang di Pasar Sempidi. Ia mencontohkan kenaikan harga janur dari Rp 50.000 menjadi Rp 60.000 per ikat dan jeruk dari Rp 10.000 menjadi Rp 12.000 per kilogram, serta kenaikan pada komoditas lainnya.
Masyarakat berharap adanya intervensi dari pemerintah untuk menstabilkan harga dan memberikan bantuan agar perayaan Galungan tidak menjadi beban ekonomi.
Kondisi ini menyoroti dilema antara menjalankan tradisi keagamaan yang sakral dengan keterbatasan ekonomi. Masyarakat berharap pemerintah dapat mengambil tindakan nyata untuk menstabilkan harga dan memberikan solusi bagi masyarakat kecil, sehingga Hari Raya Galungan tetap menjadi momen sukacita dan mendekatkan diri pada nilai-nilai spiritual, bukan menjadi sumber tekanan ekonomi. (SB)