UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Ramainya Turis Bali Justru Tingkat Hunian Hotel Mengalami Penurunan

Sekretaris Jenderal PHRI Bali, Perry Marcus, dalam pertemuan Senin, (28/4) di kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali

SUARABANTAS.COM, Denpasar - Kendati Pulau Dewata terus dibanjiri wisatawan, sebuah anomali justru menghantui industri perhotelan resmi. Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mengungkapkan fakta mencengangkan: tingkat hunian hotel di Bali pada awal tahun 2025 mengalami penurunan signifikan, berkisar antara 10 hingga 20 persen dari rata-rata okupansi normal yang berada di angka 60 sampai 70 persen. Padahal, Bali memiliki sekitar 150 ribu kamar hotel yang siap menampung para pelancong.

Sekretaris Jenderal PHRI Bali, Perry Marcus, dalam pertemuan di kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali pada Senin (28/4/2025), melontarkan dugaan kuat terkait fenomena ini. Ia menduga bahwa ribuan wisatawan yang memadati Bali justru memilih bermalam di akomodasi ilegal, seperti rumah-rumah pribadi dan vila yang disulap menjadi penginapan tanpa izin dan kontribusi pajak.

Kecurigaan ini bermula dari ketidaksesuaian antara lonjakan kedatangan turis dengan lesunya tingkat hunian hotel. "Akhirnya kami menemukan jawabannya. Ternyata wisatawan ini lebih memilih akomodasi-akomodasi ilegal yang tidak terdata," ungkap Perry.

PHRI sendiri mengaku telah lama mengamati fenomena ini, bahkan sejak 15 tahun silam. Perry mengungkapkan keprihatinannya bahwa penurunan okupansi memaksa hotel-hotel resmi untuk menerapkan strategi "bertahan hidup" dengan menurunkan harga kamar secara bertahap.

Lebih lanjut, Perry menduga bahwa salah satu alasan preferensi wisatawan terhadap akomodasi ilegal adalah kedekatan personal dengan pemiliknya. Selain itu, meskipun fasilitas akomodasi ilegal disebut sangat baik dan harganya tidak jauh berbeda dengan hotel, faktor privasi yang lebih tinggi juga menjadi daya tarik tersendiri. Ironisnya, kepemilikan akomodasi ilegal ini disinyalir melibatkan warga negara asing yang menggunakan nama WNI sebagai pemilik formal.

PHRI mendesak agar pemerintah segera menertibkan keberadaan akomodasi-akomodasi liar yang diperkirakan mencapai ribuan unit di seluruh Bali. Jika dibiarkan, alih fungsi lahan pertanian akan semakin tak terkendali, dan potensi pendapatan daerah dari sektor pajak hotel dan restoran akan terus merosot. "Dampaknya akan meluas ke berbagai sektor," tegas Perry.

Menanggapi isu ini, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Rizki Handayani Mustafa, mengakui bahwa pihaknya belum memiliki data pasti mengenai jumlah akomodasi ilegal di Bali dan masih melakukan pengkajian. 

"Tujuan pertemuan ini adalah untuk mencapai kesepakatan bersama antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, namun kami harus berdasarkan data. 

Penguatan basis data ini akan menjadi fokus pengembangan kami," ujarnya. Kendati demikian, Kemenpar menyatakan dukungannya terhadap upaya para pemangku kepentingan pariwisata Bali dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan dan berkualitas.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk tim pengawas akomodasi legal yang dipimpin langsung oleh Gubernur Bali, Wayan Koster. "Tim ini sedang dalam proses penyusunan Surat Keputusan (SK) dan detail tugasnya. Mohon bersabar," singkatnya.

Fenomena ini menjadi sorotan tajam, mempertanyakan efektivitas penegakan hukum dan pengawasan terhadap tumbuh suburnya akomodasi ilegal di tengah geliat pariwisata Bali. Ke mana sebenarnya aliran dana pariwisata ini bermuara, dan bagaimana dampaknya terhadap keberlangsungan industri perhotelan resmi serta potensi pendapatan daerah? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kini menggelayuti benak para pelaku industri dan pemerintah daerah. (SB