UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Dari Sampah Jadi Rupiah: Desa Rengel Tuban Panen PAD, Jadi Percontohan Pengelolaan Limbah Nasional

Di ajang IPA Convex 2025, Kepala Desa Rengel, Mundir, didampingi Joni Wicaksono, Community Relations P & GA ExxonMobil Cepu Limited, mempresentasikan program pengelolaan sampah Desa Rengel

SUARABANTAS.COM, Tanggerang – Program pengelolaan sampah yang digagas oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) bersama Pemerintah Desa Rengel, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, berhasil menarik perhatian nasional. Inisiatif ini dipresentasikan sebagai model percontohan di forum bergengsi Indonesian Petroleum Association (IPA Convex) ke-49 yang berlangsung di ICE BSD City, Tangerang, pada Selasa (20/5/2025). Program ini tidak hanya efektif menekan volume sampah, tetapi juga berhasil memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Desa (PAD).

Inovasi Pengelolaan Sampah Berbasis Ekonomi Kepala Desa Rengel, Mundir, didampingi Joni Wicaksono dari Community Relation P & GA EMCL, memaparkan kesuksesan program ini di hadapan para peserta IPA Convex. Mundir menjelaskan bahwa program ini merupakan solusi komprehensif yang mengatasi masalah sampah rumah tangga sekaligus meningkatkan kesadaran dan pemberdayaan masyarakat.

Setiap hari, Desa Rengel menghasilkan sekitar 25 meter kubik sampah, yang terdiri dari 10 meter kubik plastik dan kertas, 7 meter kubik organik, serta 8 meter kubik sampah campuran. Sejak pembangunan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dan penerapan sistem pemilahan pada tahun 2023, desa ini menunjukkan hasil yang impresif. Dalam sebulan, mereka berhasil mengumpulkan dan memilah 6 ton plastik dan 3 ton kertas.

Inovasi Pengelolaan Sampah Berbasis Ekonomi, Kepala Desa Rengel, Mundir

Pengolahan sampah organik juga menghasilkan berbagai produk bernilai tambah, di antaranya 100 kg maggot, 4.000 kg pupuk kompos, 120 liter POC/Eco Enzyme, 120 liter Decompose, dan 50 kg guano setiap bulan. Seluruh aktivitas pengelolaan sampah ini dijalankan oleh BUMDesa Mandiri Sejahtera, yang telah berdiri sejak 2019 dan secara aktif mengelola unit usaha pengolahan sampah sejak 2023. Mundir merinci bahwa total pendapatan pada tahun 2024 mencapai lebih dari Rp 143 juta, yang berasal dari retribusi warga, hasil daur ulang, dan penjualan produk olahan.

Setelah dikurangi biaya operasional dan honorarium sebesar Rp 93 juta, dana sebesar Rp 49,9 juta langsung dialokasikan ke PAD Desa Rengel. "Artinya, dari sampah saja desa bisa mandiri secara ekonomi dan masyarakat pun dapat penghasilan," tegas Mundir, menyoroti potensi ekonomi sirkular dari program ini.
Menginspirasi Daerah Lain dan Dukungan Akademisi

Keberhasilan program ini telah menjadi inspirasi bagi desa-desa lain. Desa Kolotok, Kecamatan Plumpang, salah satunya, telah melakukan studi banding dan berencana mengadopsi model serupa. Joni Wicaksono dari EMCL menegaskan bahwa isu sampah merupakan masalah nasional, dan apa yang dilakukan di Rengel membuktikan bahwa solusi nyata dapat hadir dari tingkat lokal. EMCL secara aktif mendorong masyarakat untuk menerapkan prinsip 3R: mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang, termasuk melalui pelatihan kerajinan dari limbah plastik dan pembentukan bank sampah.

Dukungan terhadap program ini juga datang dari kalangan akademisi. Panji Dewandaru, mahasiswa Prodi Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa kolaborasi semacam ini patut dicontoh oleh sektor industri lain. "Pengelolaan sampah tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Harus menjadi gerakan bersama untuk mengatasi masalah lingkungan di Indonesia," pungkasnya.