SUARABANTAS.COM, Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengambil langkah signifikan dalam mendukung program pemerintah terkait pendirian Koperasi Merah Putih. Melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan 20 kementerian dan lembaga pada Rabu (14/5/2025), Kemenkumham menargetkan penyelesaian legalitas 80 ribu koperasi dalam waktu yang sangat singkat, yakni empat hari kerja.
Kemenkumham telah menyediakan jalur khusus di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) untuk mempercepat proses pendaftaran badan hukum Koperasi Merah Putih. Inisiatif ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat pembentukan koperasi sebagai upaya mendorong swasembada pangan dan pemerataan ekonomi di tingkat desa.
Kerja sama ini melibatkan 20 kementerian dan lembaga, dengan fokus utama pada sinergi antara Kemenkumham dan Kementerian Koperasi. Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, secara langsung menyampaikan komitmen kementeriannya dalam mendukung program ini. Selain itu, kolaborasi juga akan melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Pangan dan Kementerian Desa dalam sosialisasi program kepada notaris di seluruh Indonesia.
Penandatanganan nota kesepahaman berlangsung di kantor Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta Selatan. Proses pendaftaran koperasi akan dilakukan secara terpusat melalui sistem Ditjen AHU.
Nota kesepahaman ditandatangani pada hari Rabu, 14 Mei 2025. Kemenkumham menargetkan penyelesaian pendaftaran 80 ribu koperasi dalam empat hari kerja setelah penandatanganan tersebut.
Menurut Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, langkah ini diambil sebagai wujud komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang adil dan inklusif. Percepatan legalitas Koperasi Merah Putih diharapkan dapat mempercepat realisasi program pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa melalui koperasi. Ketersediaan jalur khusus pendaftaran ini secara hukum memangkas birokrasi yang selama ini dianggap menghambat pertumbuhan koperasi.
Kemenkumham telah menyiapkan skema pendaftaran khusus yang memungkinkan pendaftaran hingga 1.000 unit koperasi secara bersamaan dalam satu jam. Dengan demikian, dalam waktu 24 jam, potensi pendaftaran mencapai 24.000 koperasi. Menteri Supratman juga telah menginstruksikan Ditjen AHU untuk mengawal ketat proses ini. Lebih lanjut, Kemenkumham mendorong keterlibatan notaris dalam proses pendirian koperasi di tingkat desa, bahkan memungkinkan kehadiran notaris dalam musyawarah desa untuk memberikan pendampingan hukum
Dari perspektif legalitas, langkah Kemenkumham ini menunjukkan respons cepat pemerintah dalam menerjemahkan kebijakan menjadi tindakan administratif yang konkret. Penyediaan jalur khusus pendaftaran merupakan diskresi administratif yang diperbolehkan dalam hukum, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian beserta peraturan pelaksanaannya.
Namun, langkah ini juga memunculkan pertanyaan terkait potensi pengabaian prinsip-prinsip fundamental koperasi, seperti yang diungkapkan oleh pengamat koperasi Suroto. Secara hukum, pendirian koperasi harus didasarkan pada kemauan dan kesadaran anggota, serta menjunjung tinggi nilai otonomi dan kemandirian. Intervensi pemerintah yang terlalu dominan dalam pembentukan koperasi dari pusat berpotensi melanggar prinsip-prinsip ini.
Meskipun demikian, pemerintah berargumen bahwa percepatan legalitas ini diperlukan untuk mencapai target pembangunan ekonomi yang lebih luas. Secara hukum, pemerintah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk melalui pembentukan dan pemberdayaan koperasi.
Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa percepatan legalitas ini tidak mengorbankan esensi dan prinsip-prinsip koperasi yang sesungguhnya. Pengawasan yang ketat terhadap proses pendirian dan operasional koperasi akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa Koperasi Merah Putih benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. (*)